Hee-woon bertanya dengan wajah bingung.

“Lucu sekali betapa bodohnya kamu mengejarku, hentikan.”
“… uhh... Kalau begitu, Gye, aku akan terus mengikutimu.”
"Kamu masih mengikutiku?"

Ada senyuman kecil di mata Kang Woo yang sedikit mengernyit.
Hee-woon terlambat menyadarinya.

Seo Kang-woo sedang bermain dengan dirinya sendiri.
Saya tidak tahu apakah saya akan membunuhnya jika saya berhenti memainkannya.

Dia mulai berpikir rasional.

Seo Kang-woo adalah pelakunya dan dia adalah saksinya.
Dengan kata lain, tidak mungkin Seo Kang-woo, yang membunuh seseorang, membiarkan dirinya hidup.

dia sudah mati

"Kenapa kamu menangis?"
"Hah… aku tidak bisa mati... . jangan bunuh... . tidak seorang pun... Ups, saya tidak akan bicara. Wah, ini nyata.”

Saat saya berbicara, tangisannya semakin keras. Melihat Hee-wun menangis, Kang-woo menghela nafas kesal. Heewoon menggelengkan bahunya mendengar suara itu.

“Betapa kacau perasaanku jika aku tiba-tiba menangis saat mengobrol.”
“Hah eh eh… mi, maaf eh... .”
"jangan menangis."

Kang Woo berpikir.
bunuh saja

Tangannya meluncur ke pipinya yang basah.
Saat ujung jarinya menyentuh lehernya yang kurus dan putih, ikat lehernya bergerak.

Hee-woon perlahan terbiasa dengan obsesi Kang-woo yang kejam.
Akankah Hee-woon bisa melarikan diri darinya hidup-hidup?